BALĀGHAH | FASHAHAH & BALAGHAH | PENGANTAR

■ Definisi ilmu balaghah

Istilah “’Ilm Al-Balaghah” terdiri atas dua kata, yaitu ‘ilm dan al-Balaghah. Kata “‘Ilm” dapat ditujukan sebagai nama suatu bidang tertentu. Kata “Ilm” juga diartikan sebagai materi-materi pembahasan dalam kajian suatu disiplin ilmu (al-Qadhaya allati tubhatsu fihi). Kata “ilm” juga dapat diartikan sebagai pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tentang materi kajian dalam suatu bidang tertentu.

Sedangkan kata “al-Balaghah” didefinisikan oleh para ahli dalam bidang ini dengan definisi yang beragam, diantaranya adalah:

1. Menurut Ali jarim dan Musthafa Amin dalam Balaghatul Wadhihah:

ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻓﻬﻲ ﺗﺄﺩﻳﺔ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﺍﻟﺠﻠﻴﻞ ﻭﺍﺿﺤﺎ ﺑﻌﺒﺎﺭﺓ ﺻﺤﻴﺤﺔ ﻟﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺃﺛﺮ ﺧﻼﺏ ﻣﻊ ﻣﻼﺋﻤﺔ ﻛﻞ ﻛﻼﻡ ﻟﻠﻤﻮﻃﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﺎﻝ ﻓﻴﻪ ﻭﺍﻷﺷﺨﺎﺹ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺨﺎﻃﺒﻮﻥ .

“Adapun Balaghah itu adalah mengungkapkan makna yang estetik dengan jelas mempergunakan ungkapan yang benar, berpengaruh dalam jiwa, tetap menjaga relevansi setiap kalimatnya dengan tempat diucapkannya ungkapan itu, serta memperhatikan kecocokannya dengan pihak yang diajak bicara”.

2. Menurut Dr. Abdullah Syahhatah :

ﺍﻟﺤﺪ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻟﻠﺒﻼﻏﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺒﻠﻎ ﺑﻪ ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ ﻣﺎ ﻳﺮﻳﺪ ﻣﻦ ﻧﻔﺲ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﺑﺈﺻﺎﺑﺔ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻹﻗﻨﺎﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻭﺍﻟﻮﺟﺪﺍﻥ

“Definisi yang benar untuk term Balaghah dalam kalimat adalah
keberhasilan si pembicara dalam menyampaikan apa yang dikehendakinya ke dalam jiwa pendengar (penerima), dengan tepat mengena ke sasaran yang ditandai dengan kepuasan akal dan perasaannya”.

3. Menurut Khatib al-Qazwini yang dikutip oleh Prof. Dr. Abdul Fattah Lasyin :

ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻫﻲ ﻣﻄﺎﺑﻘﺔ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻟﻤﻘﺘﻀﻰ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﻣﻊ ﻓﺼﺎﺣﺘﻪ

Balaghah adalah keserasian antara ungkapan dengan tuntutan situasi disamping ungkapan itu sendiri sudah fasih.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa inti dari Balaghah adalah penyampaian suatu pesan dengan menggunakan ungkapan yang fasih, relevan antara lafal dengan kandungan maksudnya, tetap memperhatikan situasi dan kondisi pengungkapannya, menjaga kepentingan pihak penerima pesan, serta memiliki pengaruh yang signifikan dalam diri penerima pesan tersebut.

Ilmu Balaghah berarti suatu kajian yang berisi teori-teori dan materi-materi yang berkaitan dengan cara-cara penyampaian ungkapan yang bernilai Balaghah itu sendiri.

■ Definisi Fashāhah

a. Fashāhah Menurut Etimologi

Menurut etimologi fashāhah berarti jelas, terang dan gamblang. Sebagaimana firman Allah swt. dalam al-Qur’an yang mengisahkan pernyataan nabi Musa tentang nabi Harun:

ﻭَﺃَﺧِﻲ ﻫَﺎﺭُﻭﻥُ ﻫُﻮَ ﺃَﻓْﺼَﺢُ ﻣِﻨِّﻲ ﻟِﺴَﺎﻧًﺎ ﻓَﺄَﺭْﺳِﻠْﻪُ ﻣَﻌِﻲَ ﺭِﺩْﺀًﺍ ﻳُﺼَﺪِّﻗُﻨِﻲ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺧَﺎﻑُ ﺃَﻥْ ﻳُﻜَﺬِّﺑُﻮﻥِ ‏( 34 )

“Dan saudaraku Harun, dia lebih jelas perkataannya dibandingkan aku….” (QS. al-Qashash [28]: 34)

Kata “ ﺃَﻓْﺼَﺢُ ” pada ayat di atas berarti “lebih jelas cara berfikir dan bertutur kata”. Makna tersebut juga diungkapkan Rasulullah dalam sabdanya:
ﺃَﻧَﺎ ﺃَﻓْﺼَﺢُ ﻣَﻦْ ﻧَﻄَﻖَ ﺑِﺎﻟﻀَّﺎﺩِ

“Saya orang yang paling fasih (jelas/terang) berbahasa Arab.”
Dalam ungkapan berbahasa Arab, terdapat beragam penggunaan kata fashāhah, di antaranya:

ﺃَﻓْﺼَﺢَ ﺍﻟﺼَّﺒِﻲُّ ﻓِﻲْ ﻛَﻼَﻣِﻪِ

Anak itu sudah fasih berbicara. (Jika bicaranya jelas dan terang).
ﺃَﻓْﺼَﺢَ ﺍﻟﺼُّﺒْﺢُ

Waktu Shubuh sudah fasih. (Jika cahayanya sudah terang dan jelas).

ﺃَﻓْﺼَﺢَ ﺍﻟِّﻠﺴَﺎﻥُ

Lidah itu sudah fasih. (Jika ia mampu mengungkapkan maksudnya secara benar).

b. Fashāhah Menurut Terminologi

Secara terminologi fashāhah berarti lafaz yang jelas, terang maknanya, mudah dipahami dan sering dipergunakan para penyair dan penulis. Ia bernilai indah dan bagus ketika dibaca dan didengar. Standar untuk menilai baik atau buruk, lancar atau tidak lancarnya pengucapan suatu kata adalah adz-dzauq as-salīm (taste of language) para penyair dan penulis. Hal itu terbentuk berkat keseringan mendengar, menulis dan merangkai kata-kata.

Dengan menguasai berbagai kecakapan tersebut dapat dibedakan kalimat-kalimat yang memenuhi kriteria-kriteria fashāhah. Oleh karenanya, fashāhah menjadi sifat dari ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ (kata), ﺍﻟﻜﻼﻡ (kalimat) dan ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ (pembicara) adalah menurut dari sisi mana seseorang menilainya.

2. Macam-macam Fashāhah

Di bawah ini akan dibahas satu persatu ketiga macam fashahah tersebut di atas, yaitu:

a. Fashāhah al-Kalimah ( kata )

Fashāhah al-Kalimah ( ﻓﺼﺎﺣﺔ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ ) yaitu kata atau lafaz yang memenuhi unsur-unsur fashāhah. Agar suatu kata bernilai fashāhah ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi, sebagaimana disebutkan para ulama balaghah, di antaranya harus terhindar dari hal-hal berikut:

1). Tanāfur al-Hurūf ( ﺗﻨﺎﻓﺮ ﺍﻟﺤﺮﻭﻑ )

Yaitu susunan huruf-huruf yang sulit diucapkan dan tidak jelas kedengarannya disebabkan ia keluar dari makhraj (jalan keluar) yang berdekatan letaknya. Seperti lafaz: ﺍﻟِﻈُّﺶ (tempat yang kasar), ﺍﻟﻬُﻌْﺨُﻊُ (tanaman yang dimakan onta), ﺍﻟُﻨﻘَّﺎﺥُ (air jernih dan tawar) ﻣُﺴْﺘَﺸْﺰِﺭَﺍﺕ (tinggi kepang rambutnya), dan ﺍﻟَﻨْﻘﻨَﻘََﺔ (suara kodok).

2). Al-Gharābah ( ﺍﻟﻐﺮﺍﺑﺔ )

Yaitu kosa kata asing (jarang didengar dan dipergunakan oleh para penyair dan penulis). Kalau dipergunakan menyebabkan pendengar bingung dengan apa yang dimaksudkan, karena maknanya tidak jelas. Seperti lafaz ﺗَﻜَﺄﻛَﺄ yang berarti berkumpul dan ﺍِﻓْﺮَﻧْﻘِﻊَ yang berarti bubar.

Contohnya, perkataan seorang badui (Arab pedalaman) yang jatuh dari kendaraannya dan dikerumuni orang banyak:

ﻣَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﺗَﻜَﺄْﻛَﺄْﺗُﻢْ ﻋَﻠَﻲَّ ﻛَﺘَﻜَﺄْﻛُﺌِﻜُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺫِﻱ ﺟِﻨَّﺔٍ ﺍﻓْﺮَﻧْﻘِﻌُﻮْﺍ ﻋَﻨِّﻲْ

“Kenapa kalian berkumpul mengerumuni saya sebagaimana kalian berkumpul mengerumuni orang gila? Pergilah (bubarlah)!”

3). Mukhālafah al-Qiyās ( ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﺍﻟﻘﻴﺎﺱ )

Yaitu susunan kata-kata yang dibentuk tidak mengikuti kaidah-kaidah baku ilmu Sharf. Seperti: ﺍﻷَﺟْﻠَﻞ di mana bentuknya yang baku berdasarkan ilmu sharf adalah ﺍﻷَﺟَﻞُّ . Sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair:

ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺍﻟْﻌَﻠِﻲِّ ﺍﻷََﺟْﻠَﻞِ # ﺍﻟﻮَﺍﺣِﺪِ ﺍْﻟﻔَﺮْﺩِ ﺍْﻟﻘَﺪِﻳْﻢِ ﺍْﻷَﻭَّﻝِ

“Segala puji bagi Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung # Yang Esa, Maha Kekal lagi Maha Permulaan.”

Contoh lain adalah kata ﺑﻮﻗﺎﺕ (terompet), di mana bentuknya yang baku berdasarkan ilmu sharf adalah ﺃﺑﻮﺍﻕ sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair:

ﻓَﺈِﻥْ ﻳَﻚُ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺳَﻴْﻔًﺎ ﻟِﺪْﻭﻟَﺔٍ # ﻓَﻔِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑُﻮﻗَﺎﺕٌ ﻟَﻬَﺎ ﻭَﻃََﺒُﻮْﻝٌ

“Jika sebagian manusia menjadi pedang negara # maka di antara mereka harus ada terompet dan genderang.”

b. Fashāhah al-Kalām ( kalimat )

Fashāhah al-Kalām ( ﻓﺼﺎﺣﺔ ﺍﻟﻜﻼﻡ ) yaitu kalimat yang memenuhi unsur-unsur fashāhah. Hal ini terwujud apabila semua kata-kata yang membentuknya bernilai fashāhah juga. Untuk itu ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi, di antaranya adalah harus terhindar dari hal-hal berikut:

1). Tanāfur al-Kalimāt ( ﺗﻨﺎﻓﺮ ﺍﻟﻜﻠﻤﺎﺕ )

Yaitu susunan kata-kata yang sulit diucapkan karena makhraj-nya yang berdekatan letaknya atau karena pengulangan kata yang sama dalam suatu kalimat. Seperti disebutkan dalam sebuah syair yang bercerita tentang letak kuburan Harb ibn Umaiyah:

ﻭَﻗَﺒْﺮُ ﺣَﺮْﺏٍ ﺑِﻤَﻜَﺎﻥٍ ﻗَﻔْﺮٍ # ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻗُﺮْﺏُ ﻗَﺒْﺮِ ﺣَﺮْﺏٍ ﻗَﺒْﺮُ

“Kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) di tempat yang tandus # Tidak ada dekat kuburan Harb (Harb ibn Umaiyah) kuburan.”

Pada bait kedua dari syair terdapat lafaz-lafaz yang keluar dari makhraj yang berdekatan letaknya sehingga sulit diucapkan berulang-ulang yaitu ﻗﺮﺏ ﻗﺒﺮ ﺣﺮﺏ ﻗﺒﺮ . Contoh lain dalam sebuah syair yang bercerita tentang seorang yang memiliki sifat mulia; jika penyair (dalam bait syair berikut) memujinya, orang lain juga ikut memujinya. Sebaliknya jika ia mencelanya, orang lain tidak ikut mencela kecuali penyair itu sendiri:

ﻛَﺮْﻳﻢٌ ﻣَﺘَﻰ ﺃَﻣْﺪَﺣُﻪُ ﺃَﻣْﺪَﺣُﻪُ ﻭَﺍْﻟﻮَﺭَﻯ # ﻣَﻌِﻲْ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎ ﻟُﻤْﺘُﻪُ ﻟُﻤْﺘُﻪُ ﻭَﺣْﺪِﻱْ

“Kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya # Kalau aku mencelanya, aku sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak.”

Pada bait pertama dan kedua dari syair ini terdapat lafaz-lafaz yang disebutkan secara berulang-ulang yaitu ﺃَﻣْﺪَﺣُﻪُ ﺃَﻣْﺪَﺣُﻪُ dan ﻟُﻤْﺘُﻪُ ﻟُﻤْﺘُﻪُ .

2). Dha‘fu at-Ta’līf ( ﺿﻌﻒ ﺍﻟﺘﺄ ﻟﻴﻒ )

Yaitu susunan kata-kata yang tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu nahwu yang sudah disepakati mayoritas ulama. Seperti meletakkan dhamir (kata ganti) sebelum disebutkan lafaz tempat kembali dan kedudukan dhamir itu. Seperti disebutkan dalam sebuah syair:

ﺟَﺰَﻯ ﺑَﻨُﻮْﻩُ ﺃَﺑَﺎ ﺍﻟﻐِﻴْﻼَﻥِ ﻋَﻦْ ﻛِﺒَﺮٍ # ﻭَﺣُﺴْﻦِ ﻓِﻌْﻞٍ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺠْﺰَﻯ ﺳِﻨِﻤَّﺎﺭَ

“Anak itu membalas kebaikan Abu al-Gailan di waktu tua # Sebagaimana yang di perlakukan kepada seorang bernama Sinimmar.”

Dhamīr ghā’ib (kata ganti orang ketiga) pada lafaz ﺑَﻨُﻮْﻩُ kembali kepada isim (kata benda) yang disebut setelahnya, yaitu ﺃَﺑَﺎ ﺍﻟﻐِﻴْﻼَﻥِ . Ungkapan dalam syair ini sudah menjadi pepatah yang dalam bahasa Indonesia berbunyi “Air susu dibalas dengan air tuba.” (kebaikan dibalas dengan kejelekan).
Contoh lain, penggunaan dhamīr muttashil setelah huruf ﺇﻻ, Seperti: . ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﺇﻻ ﻙ Penggunaan tersebut salah karena tidak mengikuti kaidah baku dalam ilmu nahwu. Kalimatnya yang benar adalah: ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﺇﻻ ﺃﻧﺖ (Aku tidak melihat seorang pun kecuali engkau).

3). At-Ta‘qīd al-Lafzhī ( ﺍﻟﺘﻌﻘﻴﺪﺍﻟﻠﻔﻈﻲ )

Yaitu kalimat yang samar penunjukan maknanya, karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang semestinya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya fashl (pemisah) antara kalimat taqdīm (mendahulukan kalimat yang seharusnya di belakang), dan ta’khīr (menyebut belakangan kalimat yang seharusnya di depan), seperti :

ﻣَﺎ ﻗَﺮَﺃَ ﺇِﻻَّ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﻣَﻊَ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺃَﺧِﻴْﻪِ

Susunan kalimat ini salah karena tidak disusun berdasarkan rangkaian makna yang sesuai. Susunan yang benar adalah:
ﻣَﺎ ﻗَﺮَﺃَ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﻣَﻊَ ﺃَﺧِﻴْﻪِ ﺇِﻻَّ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ

“Muhammad tidak membaca bersama saudaranya kecuali 1 buku saja.”

4). At-Ta‘qīd al-Ma‘nawī ( ﺍﻟﺘﻌﻘﻴﺪ ﺍﻟﻤﻌﻨﻮﻱ )

Yaitu penunjukan makna kalimat yang masih samar kecuali setelah pembaca atau pendengar berfikir lama, karena ia mengandung dua makna. Ini biasanya terjadi pada susunan kata yang mempunyai uslūb al-majāz dan al-kināyah. Contohnya:
ﻧَﺸَﺮَ ﺍﻟﻤَﻠِﻚُ ﺃَﻟْﺴِﻨَﺘَﻪُ

Raja itu menyebar (mengerahkan) lidah-lidahnya.
Karena lafaz ﺃﻟﺴﻨﺘﻪ bukan majaz dari ﺟﻮﺍﺳﻴﺴﻪ. Kalau menggunakan uslūb al-majāz, maka kalimat yang benar adalah:
ﻧَﺸَﺮَ ﺍﻟﻤَﻠِﻚُ ﻋُﻴُﻮْﻧَﻪُ ‏( ﺟَﻮَﺍﺳِﻴْﺴِﻪِ )

“Raja itu mengerahkan mata-matanya.”
Contoh lain dalam sebuah syair disebutkan:

ﺳَﺄَﻃْﻠُﺐُ ﺑُﻌْﺪَ ﺍﻟﺪَّﺍِﺭ ﻋَﻨْﻜُﻢْ ﻟِﺘﻘْﺮُﺑُﻮْﺍ # ﻭَﺗَﺴْﻜُﺐُ ﻋَﻴْﻨَﺎﻱَ ﺍﻟﺪُّﻣُﻮْﻉُ ﻟِﺘَﺠَﻤَّﺪَﺍ

“Aku akan mencari tempat (rumah) yang jauh dari kalian agar kalian dekat di hati # Dan air kedua mataku berlinang karena akan berpisah.”

Kalimat ﺳَﻜﺐَ ﺍْﻟﻌَﻴْﻨَﻴْﻦِ ﺑِﺎﻟﺪُّﻣُﻮْﻉِ (berlinangan air mata) adalah kinayah untuk mengungkapkan perasaan orang yang sedih karena ditinggalkan orang yang dicintai. Adapun kata ﺗﺠﻤﺪ yang artinya membeku dipergunakan untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan gembira ketika berada dekat dengan sang kekasih. Padahal penggunaan yang kedua ini salah. Yang benar adalah kata ﺟﻤﻮﺩ ﺍﻟﻌﻴﻨﻴﻦ adalah kināyah untuk orang yang meneteskan air mata ketika bersedih.

c. Fashāhah al-Mutakallim (Pembicara)

Fashāhah al-Mutakallim ( ﻓﺼﺎﺣﺔ ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ ), yaitu malākah (kecakapan) seseorang mengungkapkan maksud dan tujuannya dengan fashīh dalam semua situasi dan kondisi, baik ketika senang, sedih, kecewa, marah maupun kondisi lainnya. Semua bentuk perasaan itu mampu diungkapkan dengan kata-kata. Atau pembicara yang mampu merangkai kata-kata sehingga terbentuk ungkapan yang fashīh ketika menulis atau berbicara dengan orang lain.

Jadi, tanāfur bisa diketahui dengan penggunaan adz-dzauq al-lughawī, mukhālafah al-Qiyās dengan memahami ilmu Sharf, dha‘fu at-ta’līf dan at-ta‘qīd al-lafzhī dengan menguasai ilmu Nahwu, al-gharābah dengan banyak mengamati ungkapan-ungkapan Arab, at-ta‘qīd al-ma‘nawī dengan ilmu al-Bayān, muqtadhā al-hāl dengan ilmu al-Ma‘ānī.

■ BALĀGHAH

Definisi Balāghah

a. Balāghah Menurut Etimologi

Menurut etimologi balāghah berarti ﺍﻟْﻮُﺻُﻮْﻝُ(sampai) dan ﺍﻻﻧْﺘَﻬَﺎﺀُ (berakhir). Dalam ungkapan bahasa Arab disebutkan bahwa: ﺑَﻠَﻎَ ﻓُﻼﻥٌ ﻣُﺮَﺍﺩَﻩ (Fulan sudah sampai keinginannya). Contoh lain: ﺑَﻠَﻎَ ﺍﻟﻤَﻮْﻛِﺐُ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳْﻨَﺔ (Rombongan itu sudah berakhir di Madinah sebagai tempat tujuannya).

b. Balāghah Menurut Terminologi

Balāghah menurut terminologi yaitu kesesuaian antara konteks pembicaraan dengan situasi dan kondisi audien (lawan bicara) disertai penggunaan bahasa yang fashāhah.
Balagah menjadi sifat dari ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ (pembicara) dan ﺍﻟﻜﻼﻡ (kalimat).

Sementara ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ (kata) tidak bisa disifati dengan balagah karena ia hanya terdiri dari hurup-hurup yang tidak bisa dipahami maknanya. Di samping itu ia sendiri tidak mampu menyampaikan si pembicara kepada suatu maksud dan tujuan.

Unsur-unsur Balāghah

Dalam balagah ada 2 unsur prinsipil yang harus diperhatikan:

1. Situasi dan kondisi ketika berbicara dengan orang lain.
Dalam bahasa Arab dinamakan ﺍﻟﺤﺎﻝ / ﺍﻟﻤﻘﺎﻡ yaitu keadaan yang menuntut pembicara mengungkapkan kata-katanya dengan uslūb (gaya bahasa) tertentu.

2. Bentuk tertentu yang dipergunakan dalam suatu pengungkapan bahasa
Dalam bahasa Arab dinamakan ﺍﻟﻤُﻘْﺘَﻀَﻰ seperti uslūb ithnāb (yaitu penggunaan kalimat yang panjang tetapi maksudnya sedikit) dan biasa digunakan untuk pujian. Tetapi kalau audien (lawan bicara) adalah seorang yang cerdas, maka cukup menggunakan uslūb ījāz (yaitu penggunaan kalimat yang ringkas tetapi maksudnya sarat dan padat). Jadi memuji dan orang yang cerdas adalah ﺍﻟﺤﺎﻝ ﻭﺍﻟﻤﻘﺎﻡ (situasi dan kondisi), adapun ithnāb dan ījāz adalah ﺍﻟﻤﻘﺘﻀﻰ (tuntutan).

Mengungkapkan perkataan dalam bentuk ithnāb dan ījāz adalah ﻣﻄﺎﺑﻘﺔ ﻟﻠﻤﻘﺘﻀﻰ . Ringkasnya keadaan yang menyebabkan pembicara menyampaikan perkataannya dengan bentuk tertentu dinamakan ﺍﻟﺤﺎﻝ atau ﺍﻟﻤﻘﺎﻡ . Adapun penyampaian perkataan sesuai dengan tuntutan dan kedaaan tertentu dinamakan ﺍﻟﻤﻘﺘﻀﻰ . Jadi, balāghah bukan menyampaikan kata-kata yang bermakna indah atau hanya memilih lafaz-lafaz yang jelas dan terang tetapi ia harus memperhatikan penggunaan kedua unsur tersebut yaitu lafaz dan makna secara bersamaan.

c. Perbedaan Fashāhah dengan Balāghah

Terdapat perbedaan antara fashāhah ( ﺍﻟﻔﺼﺎﺣﺔ ) dengan balāghah ( ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ), di antaranya dalam hal berikut:

a) Obyek kajian fashāhah khusus berkaitan dengan lafaz. Adapun balāghah obyek kajiannya di samping berkaitan dengan lafaz juga berkaitan dengan makna.

b) Fashāhah adalah sifat dari ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ (kata), ﺍﻟﻜﻼﻡ (kalimat) dan ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ (pembicara). Adapun balāghah adalah sifat dari ﺍﻟﻜﻼﻡ (kalimat) dan ﺍﻟﻤﺘﻜﻠﻢ (pembicara).

c) Salah satu syarat suatu ungkapan bernilai balaghah adalah ﺍﻟﻜﻼﻡ (kalimat) yang gunakan untuk mengungkapkannya harus memenuhi kriteria fashāhah sehingga muncul kaidah:
ﻛُﻞُّ ﻛَﻠَﺎﻡٍ ﺑﻠﻴْﻎٍ ﻓَﺼِﻴْﺢٌ، ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻛُﻞُّ ﻓَﺼِﻴْﺢٍ ﺑَﻠِﻴْﻐًﺎ .

“Semua kalimat yang bernilai balāghah itu pasti memenuhi unsur fashāhah, tetapi tidak semua kalimat yang bernilai fashāhah itu memenuhi unsur balāghah.”

DAFTAR PUSTAKA

• Al-Hâsyimiy, Ah mad, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi‘ , Indonesia: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960
• Akhdhari. (1993). Ilmu Balâghah (Tarjamah Jauhar Maknun). Bandung : PT. Al-Ma’arif.
• Al-Akhdory Imam . (1993), Ilmu Balâghah . Bandung : Al-maarif
• Ali Al-Jarimi & Usman Musthafa (1994). Al Balaghatul Wadhihah . Bandung : Sinar Baru Algensindo
• Mamat Zaenuddin & Yayan Nurbayan, (2006). Pengantar Ilmu Bayan. Bandung: Zain al-Bayan
• Muhsin Wahab A, KH & Wahab Fuad T, Drs (1982 ), Pokok-pokok Ilmu Balâghah , Bandung : Angkasa
• Alim, Ghufran Zainul, , ﺟﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ Bandung: Sinar baru Al-gesindo, 2010.
• Amin, Bakri Syaikh , al-Balaghah al-‘Arabiyah fi Tsaubiha al-Jadid al-Bayan ,
juz.II, Beirut: Dar ‘Ilm li al-Malayîn, 1995.
• Idris, H. Mardjoko, Ilmu Balaghah antara Al-bayan dan Al-Badi’ , Yogyakarta: Teras, 2007.

Tinggalkan komentar