RAMADHAN (8) | KEISTIMEWAAN, ARTI, WAKTU, RUMUS DAN TANDA MALAM LAILATUL QADAR

● Keistimewaan Malam Lailatul qadar

Dalam bulan Ramadhan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam itu disebut Lailatul Qadar atau malam kemuliaan. Bila seorang muslim mengerjakan kebaikan-kebaikan di malam itu, maka nilainya lebih baik dari mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun.

Firman Allah :

ﺍِﻧَّﺎ ﺍَﻧْﺰَﻟْﻨَﻪُ ﻓِﻰ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ . ﻭَﻣَﺎ ﺍَﺩْﺭَﺍﻙَ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ . ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ . ﺗَﻨَﺰَّﻝُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺌِﻜَﺔُ ﻭَﺍﻟﺮُّﻭْﺡُ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺑِﺎِﺫْﻥِ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺍَﻣْﺮٍ . ﺳَﻠَﺎﻡٌ ﻫِﻰَ ﺣَﺘَّﻰ ﻣَﻄْﻠَﻊِ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ

Sesungguhnya aku telah menurunkan al-qur’an pada malam lailatul qadar, tahukah kamu “apa itu lailatul qadar?”, lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan ruh qudus (malaikat jibril) dengan idzin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar’. (QS. Al-Baqarah,97: 1-5)

Dari ayat tersebut, maka jelaslah lailatul qadar adalah malam yang memiliki keistimewaannya sediri dibanding dengan malam-malam yang selainnya. Dan apabila malam itu digunakan untuk ibadah kepada Allah SWT, maka ia akan mendapatkan pahala berlibat ganda.

Sedangkan keagungan dan keistimewaan malam Qadar pada dasarnya terletak dalam dua kemuliaan, yaitu turunnya al-qur’an dan turunnya para malaikat dalam jumlah yang besar, termasuk di dalamnya malaikat Jibril. Para malaikat turun di malam itu dengan cahaya yang cemerlang penuh kedamaian dan kesejahteraan.

Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikam ucapan selamat kepada orang yang yang melaksanakan puasa Ramadhan dan melaksanakan ibadah lainnya. Kemuliaan turunnya al-qur’an, merupakan hari yang agung dan bersejarah, turunnya kitab suci itu merupakan titik awal dimulainya suatu kehidupan “Dunia Baru” yang terlepas dari kesesatan dan kedzaliman, menuju kebenaran yang hakiki.

Malam yang lebih baik dari seribu bulan itu adalah malam yang penuh berkah, malam yang mulia, dan memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri.

● Arti lailatul qadar

Syaikh Muhammad Abduh memaknai kata ” al-Qadar ” dengan kata “takdir”. Ia berpendapat demikian, karena Allah s.w.t, pada malam itu mentakdirkan agama-Nya dan menetapkan khittah untuk Nabi-Nya, dalam menyeru umat manusia ke jalan yang benar. Khittah yang dijalani itu, sekaligus melepaskan umat manusia dari kerusakan dan kehancuran yang waktu itu sedang membelenggu mereka. (hasbi Ash-Shiddieqy, 1996:247)

Kata “al-Qadar ” diartikan juga “al-Syarf ” yang artinya mulia (kemuliaan dan kebesaran). Maksudnya Allah s.w.t, telah mengangkat kedudukan Nabi-Nya pada malam Qadar itu dan memuliakannyadengan risalah dan membangkitkannya menjadi Rasul terakhir. Mengenai hal ini diisyaratkan dalam surat al-Qadar. Bahwa malam itu adalah malam yang mulia, malam diturunjannya al-qur’am sebagai kitab suci yang terakhir.

Menurut Quraish Shihab , kata Qadar (ﻕﺩﺭ ) sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al Qur’an dapat memiliki tiga arti yakni :

1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad-Dukhan ayat 3-5 : Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami

2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An’am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat.

3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr . Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra’d ayat 26: Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya)

Lailatul Qadar dapat juga kita artikan sebagai malam pelimpahan keutamaan yang dijanjikan oleh Allah kepada umat islam yang berkehendak untuk mendapatkan bagian dari pelimpahan keutamaan itu. Keutamaan ini berdasarkan nilai Lailatul Qadar sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.

● Waktu datangnya Lailatul qadar

Tidak ada kepastian mengenai kapan datangnya Lailatul Qadar, suatu malam yang dikisahkan dalam Al-Qur’an “lebih baik dari seribu bulan”.

Ada Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, meyebutkan bahwa Nabi pernah ditanya tentang Lailatul Qadar. Beliau menjawab: “ Lailatul Qadar ada pada setiap bulan Ramadhan .” (HR Abu Dawud).

Namun menurut hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan:

ﺗَﺤَﺮَّﻭْﺍ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻓِﻲْ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ

Carilah Lailatul Qadar itu pada tanggal gasal dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari)

Menurut pendapat yang lain, Lailatul Qadal itu terjadi pada 17 Ramadhan, 21 Ramadhan, 24 Ramadhan, tanggal gasal pada 10 akhir Ramadhan dan lain-lain.

Diantara hikmah tidak diberitahukannya tanggal yang pasti tentang Lailatul Qadar adalah untuk memotivasi umat agar terus beribadah, mencari rahmat dan ridha Allah kapan saja dan dimana saja, tanpa harus terpaku pada satu hari saja.

Jika malam Lailatul Qadar ini diberitahukan tanggal kepastiannya, maka orang akan beribadah sebanyak-banyaknya hanya pada tanggal tersebut dan tidak giat lagi beribadah ketika tanggal tersebut sudah lewat.

Dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata:

(( ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪ ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﻌَﺸْﺮُ ﺷَﺪَّ ﻣِﺌْﺰَﺭَﻩُ ﻭَﺃَﺣْﻴَﺎ ﻟَﻴْﻠَﻪُ، ﻭَﺃَﻳْﻘَﻆَ ﺃَﻫْﻠَﻪُ (( ﻫﺬﺍ ﻟﻔﻆ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ.

“Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli isterinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” Demikian menurut lafadz Al-Bukhari.

Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha:

(( ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻳَﺠْﺘَﻬِﺪُ ﻓِﻲْ ﺍﻟﻌَﺸْﺮِ ﺍﻷَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻣَﺎﻻَ ﻳَﺠْﺘَﻬِﺪُ ﻓِﻲْ ﻏَﻴْﺮِﻩِ (( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ .

“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.”

Dalam shahihain disebutkan, dari Aisyah Radhiyallahu Anha:

(( ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻌْﺘَﻜِﻒُ ﺍﻟﻌَﺸْﺮَ ﺍﻷَﻭَﺍﺧِﺮَ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻮَﻓَّﺎﻩُ ﺍﻟﻠﻪ )

“Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam senantiasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau.”

Lebih khusus lagi, adalah malam-malam ganjil sebagaimana sabda beliau:
ﺗَﺤَﺮَّﻭْﺍ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِﻓِﻲ ﺍﻟْﻮِﺗْﺮِﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ

“Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan)”. (HR. Al-Bukhari dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Dan lebih khusus lagi adalah malam-malam ganjil pada rentang tujuh hari terakhir dari bulan tersebut. Beberapa shahabat Nabi pernah bermimpi bahwa Lailatul Qadar tiba di tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah bersabda:

ﺃَﺭَﻯ ﺭُﺅْﻳَﺎﻛُﻢْ ﻗَﺪْ ﺗَﻮَﺍﻃَﺄَﺕْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﺒْﻊِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺘَﺤَﺮِّﻳﻬَﺎ ﻓَﻠْﻴَﺘَﺤَﺮَّﻫَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﺒْﻊِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ

“Aku juga bermimpi sama sebagaimana mimpi kalian bahwa Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir, barangsiapa yang berupaya untuk mencarinya, maka hendaknya dia mencarinya pada tujuh hari terakhir. ” (Muttafaqun ‘alaihi dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Dalam riwayat Muslim dengan lafazh:

ﺍﻟْﺘَﻤِﺴُﻮﻫَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮِ ﺍﻟْﺄَﻭَﺍﺧِﺮِ ﻳَﻌْﻨِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻓَﺈِﻥْ ﺿَﻌُﻒَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺃَﻭْ ﻋَﺠَﺰَ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﻐْﻠَﺒَﻦَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺴَّﺒْﻊِ ﺍﻟْﺒَﻮَﺍﻗِﻲ

“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir, jika salah seorang dari kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka janganlah sampai terlewatkan tujuh hari yang tersisa dari bulan Ramadhan. ” (HR. Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Ada keterangan malam 27 sebagaimana sabda Nabi tentang Lailatul Qadar:

ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺳَﺒْﻊ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳْﻦَ

“(Dia adalah) malam ke-27. ” (HR. Abu Dawud, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma, dalam Shahih Sunan Abi Dawud.

Sahabat Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu menegaskan:

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺇﻧﻲ ﻷﻋﻠﻤﻬﺎ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﻋﻠﻤﻲ ﻫﻲ ﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﻘﻴﺎﻣﻬﺎ ﻫﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺳﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ

Demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadar) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27. (HR. Muslim)

Jumhur ulama menyampaikan bahwa Lailatul Qadar itu ada pada sepuluh akhir Ramadan, terutama pada malam tanggal ganjil.

Dalam hadits Abu Dzar disebutkan:

(( ﺃَﻧَّﻪُ r ﻗَﺎﻡَ ﺑِﻬِﻢْ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺛَﻼَﺙٍ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳْﻦَ، ﻭَﺧَﻤْﺲٍ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳْﻦَ، ﻭَﺳَﺒْﻊٍ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳْﻦَ، ﻭَﺫَﻛَﺮَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺩَﻋَﺎ ﺃَﻫْﻠَﻪُ ﻭَﻧِﺴَﺎﺀَﻩُ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺳَﺒْﻊٍ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳْﻦَ ﺧَﺎﺻَّﺔً ))

“Bahwasanya Rasulullah melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak salat keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27).”
Para ulama kemudian berusaha meneliti pengalaman mereka dalam menemukan lailatul qadar, dan di antara ulama yang tegas mengatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali (450 H- 505 H) dan Imam Abu Hasan as Syadzili. Bahkan dinyatakan dalam sebuah tafsir surat al-Qadr, bahwa Abu Hasan semenjak baligh selalu mendapatkan Lailatul Qadar dan menyesuai dengan kaidah ini.

● Rumus terjadinya lailatul qadar

Beberapa ulama’ mencoba merumuskan kapan terjadinya lailatul qadar. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pendapat Imam Ghazali yang dikutip oleh Abu Bakar al-Dimyathi dalam kitab I’anatut Thalibin Juz 2 hal. 290 cetakan Dar al-Fikr

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﺇﻧﻬﺎ ﺗﻌﻠﻢ ﻓﻴﻪ ﺑﺎﻟﻴﻮﻡ ﺍﻷﻭﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻬﺮ،
ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺃﻭﻟﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻷﺣﺪ ﺃﻭ ﻳﻮﻡ ﺍﻷﺭﺑﻌﺎﺀ : ﻓﻬﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺗﺴﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ .
ﺃﻭ ﻳﻮﻡ ﺍﻻﺛﻨﻴﻦ : ﻓﻬﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺇﺣﺪﻯ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ .
ﺃﻭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺜﻼﺛﺎﺀ ﺃﻭ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ : ﻓﻬﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺳﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ .
ﺃﻭ ﺍﻟﺨﻤﻴﺲ : ﻓﻬﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ .
ﺃﻭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺒﺖ : ﻓﻬﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺛﻼﺙ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ .

Al-Ghazali dan yang lainnya berkata bahwa Lailatul Qadar dapat diketahui dari hari permulaan bulan Ramadhan

Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau hari Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh sembilan.

Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh satu.

Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Selasa atau Jumat, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tujuh.

Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh lima.

Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tiga.

2. Pendapat Abi Hasan al-Syadzili dalam kitab Hasyiyah al-Shawi ‘alal Jalalain Juz 4 hal. 337 cetakan Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah :

ﻓﻌﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺸﺎﺫﻟﻲ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺃﻭﻟﻪ ﺍﻷﺣﺪ ﻓﻠﻴﻠﺔ ﺗﺴﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ، ﺃﻭ ﺍﻹﺛﻨﻴﻦ ﻓﺈﺣﺪﻱ ﻭﻋﺸﺮﻱ ﺃﻭ ﺍﻟﺜﻼﺛﺎﺀ ﻓﺴﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺃﻭ ﺍﻷﺭﺑﻌﺎﺀ ﻓﺘﺴﻌﺔ ﻋﺸﺮ ﺃﻭ ﺍﻟﺨﻤﻴﺲ ﻓﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺃﻭ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﺴﺒﻌﺔ ﻋﺸﺮ ﺃﻭﺍﻟﺴﺒﺖ ﻓﺜﻼﺙ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ

Dari Abi al-Hasan al-Syadzili:

Jika awal Ramadhan hari Ahad maka Lailatul Qadar malam 29
Jika awal Ramadhan hari Senin maka Lailatul Qadar malam 21
Jika awal Ramadhan hari Selasa maka Lailatul Qadar malam 27
Jika awal Ramadhan hari Rabu maka Lailatul Qadar malam 19
Jika awal Ramadhan hari Kamis maka Lailatul Qadar malam 25
Jika awal Raamadhan hari Jumat maka Lailatul Qadar malam 17
Jika awal Raamadhan hari Sabtu maka Lailatul Qadar malam 23

3. Dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibn Qasim al-Ghazi juz I hal. 304 cetakan Syirkah al Ma’arif Bandung:

ﻭﺫﻛﺮﻭ ﻟﺬﻟﻚ ﺿﺎﺑﻄﺎ ﻭﻗﺪ ﻧﻈﻤﻪ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ
ﻭﺇﻧﺎ ﺟﻤﻴﻌﺎ ﺇﻥ ﻧﺼﻢ ﻳﻮﻡ ﺟﻤﻌﺔ ¤ ﻓﻔﻲ ﺗﺎﺳﻊ ﺍﻟﻌﺸﺮﻳﻦ ﺧﺬ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ .
ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺒﺖ ﺃﻭﻝ ﺻﻮﻣﻨﺎ ¤ ﻓﺤﺎﺩﻱ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﺑﻼ ﻋﺬﺭ
ﻭﺇﻥ ﻫﻞ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻓﻲ ﺃﺣﺪ ﻓﻔﻲ ¤ ﺳﺎﺑﻊ ﺍﻟﻌﺸﺮﻳﻦ ﻣﺎ ﺭﻣﺖ ﻓﺎﺳﺘﻘﺮ
ﻭﺇﻥ ﻫﻞ ﺑﺎﻷﺛﻨﻴﻦ ﻓﺎﻋﻠﻢ ﺑﺄﻧﻪ ¤ ﻳﻮﺍﻓﻴﻚ ﻧﻴﻞ ﺍﻟﻮﺻﻞ ﻓﻲ ﺗﺎﺳﻊ ﺍﻟﻌﺸﺮﻱ
ﻭﻳﻮﻡ ﺍﻟﺜﻼﺛﺎ ﺇﻥ ﺑﺪﺍ ﺍﻟﺸﻬﺮ ﻓﺎﻋﺘﻤﺪ ¤ ﻋﻠﻲ ﺧﺎﻣﺲ ﺍﻟﻌﺸﺮﻳﻦ ﺗﺤﻈﻲ ﺑﻬﺎ ﻓﺎﺩﺭ .
ﻭﻓﻲ ﺍﻹﺭﺑﻌﺎ ﺇﻥ ﻫﻞ ﻳﺎ ﻣﻦ ﻳﺮﻭﻣﻬﺎ ¤ ﻓﺪﻭﻧﻚ ﻓﺎﻃﻠﺐ ﻭﺻﻠﻬﺎ ﺳﺎﺑﻊ ﺍﻟﻌﺸﺮﻱ .
ﻭﻳﻮﻡ ﺍﻟﺨﻤﻴﺲ ﺇﻥ ﺑﺪﺍ ﺍﻟﺸﻬﺮ ﻓﺎﺟﺘﻬﺪ ¤ ﺗﻮﺍﻓﻴﻚ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻮﺗﺮ

Jika awal Ramadhan hari Jumat maka Lailatul Qadar malam 29
Jika awal Ramadhan hari Sabtu maka Lailatul Qadar malam 21
Jika awal Ramadhan hari Ahad maka Lailatul Qadar malam 27
Jika awal Ramadhan hari Senin maka Lailatul Qadar malam 29
Jika awal Ramadhan hari Selasa maka Lailatul Qadar malam 25
Jika awal Ramadhan hari Rabu maka Lailatul Qadar malam 27
Jika awal Raamadhan hari Kamis maka malam ganjil setelah malam 20

Dan yang perlu diperhatikan bahwa rumusan di atas itu hanyalah prediksi. Bukan rumusan yang mutlak. Jadi meskipun begitu, diharapkan tetap berburu malam Lailatul Qadar pada malam-malam lain selain yang ditentukan di atas. Wallahu A’lam…

● Tanda Malam Lailatul Qadar

1- Keadaan matahari di pagi hari, terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ﻫِﻰَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﺃَﻣَﺮَﻧَﺎ ﺑِﻬَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑِﻘِﻴَﺎﻣِﻬَﺎ ﻫِﻰَ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺻَﺒِﻴﺤَﺔِ ﺳَﺒْﻊٍ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ﻭَﺃَﻣَﺎﺭَﺗُﻬَﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻄْﻠُﻊَ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ ﻓِﻰ ﺻَﺒِﻴﺤَﺔِ ﻳَﻮْﻣِﻬَﺎ ﺑَﻴْﻀَﺎﺀَ ﻻَ ﺷُﻌَﺎﻉَ ﻟَﻬَﺎ .

“ Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru. ” (HR. Muslim no. 762)

2- Kedaan malam tidak panas, tidak juga dingin, matahari di pagi harinya tidak begitu cerah nampak kemerah-merahan.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻘَﺪَﺭِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺳَﻤْﺤَﺔٌ ﻃَﻠَﻘَﺔٌ ﻟَﺎ ﺣَﺎﺭَﺓً ﻭَﻟَﺎ ﺑَﺎﺭِﺩَﺓً ﺗُﺼْﺒِﺢُ ﺍﻟﺸَﻤْﺲُ ﺻَﺒِﻴْﺤَﺘُﻬَﺎ ﺿَﻌِﻴْﻔَﺔٌ ﺣَﻤْﺮَﺍﺀ

“ Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan .” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman , lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475)

Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata,

ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَ ﻟِﻠَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﻋَﻠَﺎﻣَﺎﺕٌ ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫَﺎ ﻟَﺎ ﺗَﻈْﻬَﺮُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺃَﻥْ ﺗَﻤْﻀِﻲ

“Ada beberapa dalil yang membicarakan mengenai tanda-tanda lailatul qadar. Namun itu semua tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut berlalu.” ( Fath Al-Bari , 4: 260)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mencari-cari tanda. Yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbanyak ibadah saja di akhir-akhir Ramadhan,

ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍَﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ : – ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍَﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻞَ ﺍَﻟْﻌَﺸْﺮُ – ﺃَﻱْ : ﺍَﻟْﻌَﺸْﺮُ ﺍَﻟْﺄَﺧِﻴﺮُ ﻣِﻦْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ – ﺷَﺪَّ ﻣِﺌْﺰَﺭَﻩُ , ﻭَﺃَﺣْﻴَﺎ ﻟَﻴْﻠَﻪُ , ﻭَﺃَﻳْﻘَﻆَ ﺃَﻫْﻠَﻪُ – ﻣُﺘَّﻔَﻖٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)

● Tanda Seseorang Mendapatkan Malam Lailatul Qadar

Syaikh Khalid Al-Mushlih hafizhahullah menyatakan bahwa tidak ada tanda khusus jika seseorang telah mendapatkan Lailatul Qadar.

Terang beliau, kalau kita memperbanyak beribadah terus menerus di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tentu akan mendapatkan malam penuh kemuliaan tersebut.

Yang patut pula dipahami bahwa cara menghidupkan malam tersebut bisa dengan mengerjakan shalat Isya, shalat tarawih (shalat malam) dan shalat shubuh. Mengerjakan ketiga shalat ini dapat dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk.

Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﻦْ ﺷَﻬِﺪَ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀَ ﻓِﻰ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٍ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﻗِﻴَﺎﻡُ ﻧِﺼْﻒِ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﻭَﻣَﻦْ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀَ ﻭَﺍﻟْﻔَﺠْﺮَ ﻓِﻰ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٍ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﻛَﻘِﻴَﺎﻡِ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ
“ Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim no. 656 dan Tirmidzi no. 221).

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺎﻡَ ﻣَﻊَ ﺍﻹِﻣَﺎﻡِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻨْﺼَﺮِﻑَ ﺣُﺴِﺐَ ﻟَﻪُ ﺑَﻘِﻴَّﺔُ ﻟَﻴْﻠَﺘِﻪِ

“ Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam hingga imam selesai, maka ia dihitung mendapatkan pahala shalat di sisa malamnya. ” (HR. Ahmad 5: 163. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Tinggalkan komentar