AKIDAH (17) | PENGERTIAN SYAFA’AT | MACAM-MACAM SYAFA’AT | PEMBERI SYAFA’AT | PENERIMA SYAFA’AT

A. Pengertian Syafaat

Syafaat berarati thalab (permohonan) atau wasilah (mediator). Syafaat secara syar’i adalah permohonan kebaikan seseorang untuk orang lain. Dalam Bahasa Arab syafa’a berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu lain yang sejenisnya agar menjadi sepasang. Syafaat, yang di ambil dari kata syafa‘a ini, dalam istilah berarti memohonkan ampunan untuk dosa yang telah diperbuat. Syafaat juga berarti permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya. Ringkasnya, makna syafaat tidak jauh berbeda dari doa.

Pendapat lain mengatakan bahwa syafaat berarti menjadi perantara bagi orang lain untuk mengusahakan kebaikan dan mencegah keburukan. Pendapat kadua ini jauh lebih baik karena meliputi dua permohonan, yakni mendapat kebaikan dan terhindar dari keburukan. Selain itu ada yang berpendapat bahwa syafaat adalah permohonan agar selamat dari dosa dan kejahatan.

Syafaat merupakan sebuah anugerah dan kemurahan Illahi yang diperoleh melalui doa mustajab Nabi SAW untuk umatnya yang berdosa, di hari kiamat nanti. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa syafaat ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hak khusus Nabi Muhammad SAW dan ada juga yang menjadi hak para nabi yang lain, bahkan para syahid di jalan Allah dan para ulama. 

Syafaat ada dua macam:

1. Syafaat yang bersifat khusus. 

Ini hanya dimiliki oleh Nabi saja, yaitu syafaat agung (syafaah ‘uzhma) untuk dimulainya hisab dan syafaat beliau kepada penghuni surga agar bisa masuk ke dalamnya.

2. Syafaat yang bersifat umum. 

Ini dimiliki oleh para Nabi, malaikat dan orang-orang mukmin, yaitu syafaat untuk orang yang berhak masuk neraka agar tidak memasukinya atau untuk orang-orang mukmin yang sudah masuk neraka agar dikeluarkan darinya.

Dengan demikian, bukan berarti bahwa dengan adanya syafaat di hari kiamat berarti kita bebas melalaikan kewajiban dan melakukan kesalahan dan maksiat. Akan tetapi turunnya syafaat juga terdapat beberapa syarat. Syafaat yang dibenarkan adalah syafaat yeng terpenuhi di dalamnya 3 syarat, yaitu:

1. Ridho Allah terhadap orang yang memberi syafaat.

2. Ridhonya Allah bagi orang yang akan diberi syafaat. Namun, pada saat terjadi syafaat ‘udhma (syafaat bagi seluruh orang) kelak di mauqif (tempat berkumpulnya seluruh manusia), maka syafaat jenis ini bagi semua orang baik yang diridhoi oleh Allah maupun tidak diridhoi.

3. Dan mendapat izinnya Allah di dalam memberi syafaat. Sedangkan izin ini tidak mungkin diperoleh melainkan setelah terpenuhi dua syarat diatas, ridho Allah terhadap orang yang memberi syafaat dan yang akan memperoleh syafaat.

B. Syafaat di Dunia

Semua orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti akan masuk Surga, bahkan dengan iman seberat atom sekalipun. Hal tersebut merupakan janji Allah yang tidak akan diingkari. Namun, untuk dapat masuk surga dengan selamat tanpa singgah di neraka, orang tersebut harus mampu menyempurnakan imannya di dunia. Iman yang tidak sempurna berarti ada kotoran di dalamnya. Kotoran tersebut boleh jadi berupa dosa yang belum diampuni atau tapak tilas perbuatan maksiat yang membentuk menjadi karakter yang tidak terpuji, seperti hubbud dunya, iri, hasud, nifak dll. Apabila karakter-karakter tersebut belum mampu disucikan di dunia sehingga terbawa sampai mati, berarti orang tersebut mati dalam keadaan iman tidak sempurna. Untuk menyempurnakan imannya, berarti terlebih dahulu mereka harus dibakar dengan api neraka. Jadi orang beriman dimasukkan Neraka itu bukan untuk disiksa, tetapi disucikan imannya supaya pantas menjadi penduduk surga.

Seandainya dengan bekal iman tersebut mereka mau berusaha mendapat syafaat Rasul SAW sejak di dunia, maka mereka akan mendapatkan hidayah dan inayah dari Allah SWT itulah syafaat Nabi di dunia, dengan hidayah dan inayah itu menjadikan manusia mampu melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik. Dengan demikian, disamping mereka akan mendapatkan pahala dari segala kebajikan yang telah dikerjakan, juga mendapatkan syafaat di akhirat. Itu bisa terjadi, karena setiap manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan yang mereka usahakan. Allah SWT menegaskan dengan firman-Nya:

ﻭَﺃَﻥ ﻟَّﻴۡﺲَ ﻟِﻠۡﺈِﻧﺴَٰﻦِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﺳَﻌَﻰٰ ‏( ٣٩ ‏) ﻭَﺃَﻥَّ ﺳَﻌۡﻴَﻪُۥ ﺳَﻮۡﻑَ ﻳُﺮَﻯٰ ‏( ٤٠ ‏) ﺛُﻢَّ ﻳُﺠۡﺰَﻯٰﻪُ ﭐﻟۡﺠَﺰَﺍٓﺀَ ﭐﻟۡﺄَﻭۡﻓَﻰٰ ‏( ٤١ )

39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. 40. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).41. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.

Tafsir ayat 39, yaitu (dan Bahwasannya) perkara yang sesungguhnya itu ialah (seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) yaitu memperoleh kebaikan dari usahanya yang baik maka dia tidak akan memperoleh kebaikan sedikitpun dari apa yang diusahakan oleh orang lain. Tafsir ayat 40, yakni (dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan) kepadanya di akhirat. Tafsir ayat 41, (Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna) pembalasan yang paling lengkap. Diambil dari asal kata, Jazaitu Sa’yahu atau Bisa’yihi, artinya, “Aku memberikan balasan terhadap usahanya, atau aku memberikannya balasan atas usahanya.” Dengan kata lain lafal Jazaa ini boleh dibilang sebagai fi’il mubtaddi’ atau fi’il lazim.

Maksudnya, barangsiapa di dunia tidak pernah berusaha mendapatkan syafaat Nabi SAW dengan jalan bertawasul kepada Beliau, berarti sedikitpun tidak akan mendapatkan syafaat tersebut di akhirat. Jika mereka itu mati dalam keadaan iman sempurna berarti akan masuk surga dengan selamat, namun jika tidak, berarti tidak ada yang dapat menolong saat mereka dimasukan neraka. Namun, tanpa syafaat Nabi di dunia, barangkali tidak mungkin orang dapat menyempurnakan imannya sehingga dapat masuk surga dengan selamat.

C. Syafaat di Akhirat

Beberapa ayat menafikan adanya syafaat pada hari kiamat. Misalnya terdapat Firman Allah berikut ini:

ﻳَٰٓﺄَﻳُّﻬَﺎ ﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮٓﺍْ ﺃَﻧﻔِﻘُﻮﺍْ ﻣِﻤَّﺎ ﺭَﺯَﻗۡﻨَٰﻜُﻢ ﻣِّﻦ ﻗَﺒۡﻞِ ﺃَﻥ ﻳَﺄۡﺗِﻲَ ﻳَﻮۡﻡٞ ﻟَّﺎ ﺑَﻴۡﻊٞ ﻓِﻴﻪِ ﻭَﻟَﺎ ﺧُﻠَّﺔٞ ﻭَﻟَﺎ ﺷَﻔَٰﻌَﺔٞۗ ﻭَﭐﻟۡﻜَٰﻔِﺮُﻭﻥَ ﻫُﻢُ ﭐﻟﻈَّٰﻠِﻤُﻮﻥَ ‏( ٢٥٤ )

254. Hai orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dri rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lai syafaat.

Sementara itu beberapa ayat menyatakan adanya syafaat dan keberadaannya dikaitkan dengan izin Allah bagi orang-orang yang diridhai-Nya, misalnya disebutkan dalam Firman Allah berikut ini:

ﻳَﻮۡﻣَﺌِﺬٖ ﻟَّﺎ ﺗَﻨﻔَﻊُ ﭐﻟﺸَّﻔَٰﻌَﺔُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦۡ ﺃَﺫِﻥَ ﻟَﻪُ ﭐﻟﺮَّﺣۡﻤَٰﻦُ ﻭَﺭَﺿِﻲَ ﻟَﻪُۥ ﻗَﻮۡﻟٗﺎ ‏( ١٠٩ )

109. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali dari orang yang telah diberi izin kepadanya oleh Allah Yang Maha Pemurah, dan yang perkataannya telah diridhai.

Demikian juga pada Firman Allah:

ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨﻔَﻊُ ﭐﻟﺸَّﻔَٰﻌَﺔُ ﻋِﻨﺪَﻩُۥٓ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻤَﻦۡ ﺃَﺫِﻥَ ﻟَﻪُۥ … ‏( ٢٣ )

23. Dan tiadalah berguna syafaat disisi Allah melainkan bagi orang-orang yang telah diizinkan-Nya.

Dengan memperhatikan kedua kelompok ayat diatas dapat diketahui bahwa ayat-ayat yang menafikan syafaat bersifat muthlaq (umum), sedangkan ayat-ayat yang menyatakan adanya syafaat, maka ayat tersebut bersifat muqayyad (berkaitan dengan sifat tertentu). Dalam konteks ini diberlakukan kaidah haml al-muthlaq ‘ala al-muqayyad (menghubungkan yang muthlaq tarhadap yang muqayyad). Dengan menggunakan kaidah ini, kita dapat mengetahui bahwa ayat-ayat yayng menafikan syafaat berlaku bagi orang-orang yang tidak mendapatkan izin dan ridha Allah, yaitu orang-orang kafir. Sedangkan ayat-ayat yang menyatakan adanya syafaat diakhirat, berlaku bagi orang-orang yang diberi izin dan diridhai Allah.

D. Pemilik Syafaat

Allah menyatakan bahwa seluruh syafaat adalah hak-Nya. Tidak ada seorangpun yang berhak memberi syafaat kecuali bagi orang yang diizinkan oleh-Nya untuk diberi syafaat dan Dia ridhai perkataan dan amalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ﭐﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎٓ ﺇِﻟَٰﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﭐﻟۡﺤَﻲُّ ﭐﻟۡﻘَﻴُّﻮﻡُۚ ﻟَﺎ ﺗَﺄۡﺧُﺬُﻩُۥ ﺳِﻨَﺔٌ ﻭَﻟَﺎ ﻧَﻮْﻡٌ ﻟَّﻪُۥ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﭐﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕِ ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻲ ﭐﻟۡﺄَﺭۡﺽِۗ ﻣَﻦ ﺫَﺍ ﭐﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺸۡﻔَﻊُ ﻋِﻨﺪَﻩُۥٓ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺫۡﻧِﻪِۦۚ ﻳَﻌۡﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺑَﻴۡﻦَ ﺃَﻳۡﺪِﻳﻬِﻢۡ ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠۡﻔَﻬُﻢۡۖ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺤِﻴﻄُﻮﻥَ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣِّﻦۡ ﻋِﻠۡﻤِﻪِۦٓ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﻤَﺎ ﺷَﺎٓﺀَۚ ﻭَﺳِﻊَ ﻛُﺮۡﺳِﻴُّﻪُ ﭐﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕِ ﻭَﭐﻟۡﺄَﺭۡﺽَۖ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺌُﻮﺩُﻩُ ﺣِﻔۡﻈُﻬُﻤَﺎۚ ﻭَﻫُﻮَ ﭐﻟۡﻌَﻠِﻲُّ ﭐﻟۡﻌَﻈِﻴﻢُ ‏( ٢٥٥ )

255. Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Ayat ke 255 dari surat al-Baqarah ini dikenal dengan ayat Kursi, karena di dalamnya disebutkan tentang Kursi Allah SWT. Ayat ini memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan ia juga memiliki keutamaan-keutamaan yang banyak.

E. Pemberi Syafaat

Hikmah di balik adanya syafaat adalah Allah ingin menghormati para pemberi syafaat, menegaskan kedudukan mereka, dan menampakkan ketinggian derajat mereka. Syafaat hanyalah milik Allah semata. Ia akan memberikan syafaat kepada siapa saja yang diridhai-Nya dan dicegah dari siapa saja yang dilarang-Nya. Jika kita meneliti ayat-ayat Al Quran Al-Karim dengan cermat, kita akan berkesimpulan bahwa Allah SWT dalam kitab suci terakhir-Nya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun yang kelak di hari kiamat akan memberikan syafaat. Namun, dengan menyebutkan beberapa sifat dan kriteria syafi’ atau pemberi syafaat, Al Quran menjelaskan bahwa siapa saja yang memiliki sifat-sifat tersebut berarti ia adalah syafi’ di hari kiamat.

Ada beberapa kelompok yang disebut oleh Al Quran Al-Karim sebagai syafi’. Di antaranya adalah para nabi a.s., malaikat, dan kaum mukminin yang saleh. Selain itu amal perbuatan yang baik juga dapat memberikan syafaat kepada pelakunya. Berikut ini adalah kelompok-kelompok yang mampu berikan syafaat:

1. Para Nabi.

Allah SWT berfirman:

ﻳَﻌۡﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﺑَﻴۡﻦَ ﺃَﻳۡﺪِﻳﻬِﻢۡ ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠۡﻔَﻬُﻢۡ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺸۡﻔَﻌُﻮﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻤَﻦِ ﭐﺭۡﺗَﻀَﻰٰ ﻭَﻫُﻢ ﻣِّﻦۡ ﺧَﺸۡﻴَﺘِﻪِۦ ﻣُﺸۡﻔِﻘُﻮﻥَ ‏( ٢٨ )

28. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka. Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang telah diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hatikarena takut kepada-Nya.

Ayat di atas menunjukkan bahwa kaum kafir menyebut para rasul yang diutus oleh Allah SWT sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi Al Quran dengan tegas membantah perkataan mereka dan menyebut para rasul itu sebagai hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan tugas kenabian dan mereka tidak akan memberikan syafaat yang merupakan hak yang mereka dapatkan dari Allah kecuali kepada mereka yang telah diridhai oleh-Nya.

Makna yang dikandung oleh ayat ini juga sesuai untuk para malaikat. Sebab dalam banyak ayat suci Al Quran disebutkan bahwa kaum kafir dan musyrik sering menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. Maha- suci Allah dari segala yang mereka tuduhkan itu.

2. Para Malaikat

Ayat Al Quran yang menyebutkan bahwa para malaikat adalah para pemberi syafaat adalah firman Allah yang berbunyi:

ﻭَﻛَﻢ ﻣِّﻦ ﻣَّﻠَﻚ ﻓِﻲ ﭐﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕِ ﻟَﺎ ﺗُﻐۡﻨِﻲ ﺷَﻔَٰﻌَﺘُﻬُﻢۡ ﺷَﻴًۡٔﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦۢ ﺑَﻌۡﺪِ ﺃَﻥ ﻳَﺄۡﺫَﻥَ ﭐﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻤَﻦ ﻳَﺸَﺎٓﺀُ ﻭَﻳَﺮۡﺿَﻰٰٓ ‏( ٢٦ )

26. Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan ridhai-(Nya).

3. Mukminin

Allah SWT berfirman:

ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻤۡﻠِﻚُ ﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺪۡﻋُﻮﻥَ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻧِﻪِ ﭐﻟﺸَّﻔَٰﻌَﺔَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦ ﺷَﻬِﺪَ ﺑِﭑﻟۡﺤَﻖِّ ﻭَﻫُﻢۡ ﻳَﻌۡﻠَﻤُﻮﻥَ ‏( ٨٦ )

86. Dan para sesembahan selain Allah tidak dapat memberikan syafaat. (Yang dapat memberi syafaat hanyalah) mereka yang bersaksi atas kebenaran dan mereka yang mengetahui.

Imam Nawawi mengatakan bahwa syafaat itu ada lima macam, yaitu : 

(1) Syafaat yang khusus bagi Nabi Muhammad SAW, yaitu adanya kelapangan di hari kiamat dan segera diadakannya perhitungan (hisab) bagi umatnya, 

(2) Syafaat berupa masuknya suatu kaum ke dalam surga tanpa perhitungan, 

(3) Syafaat yang diberikan kepada mereka yang seharusnya masuk ke dalam neraka, tetapi karena syafaat Nabi Muhammad SAW dengan izin Allah SWT mereka selamat, 

(4) Syafaat bagi mereka yang berdosa dan telah masuk ke dalam neraka, tetapi karena syafaat Nabi Muhammad SAW mereka dikeluarkan dari sana, dan 

(5) Syafaat berupa peningkatan derajat bagi penghuni surga. Macam syafaat yang terakhir ini tidak ditolak oleh kaum muktazilah (Ensiklopedi Islam 1994, 4 : 326).

.

EMPAT SEBAB MENDAPAT SYAFA’AT NABI 

1. Membaca Doa Sesudah Adzan

Diriwayatkan Muslim dan beberapa rawi hadits dari Ibnu Umar –radliyallahu ‘anhuma—Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam—bersabda:

ﺇﺫﺍ ﺳﻤﻌﺘﻢ ﺍﻟﻤﺆﺫﻥ ، ﻓﻘﻮﻟﻮﺍ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻝ ، ﺛﻢ ﺳﻠﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻲ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ، ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﺰﻟﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻻ ﺗﻨﺒﻐﻲ ﺇﻻ ﻟﻌﺒﺪ ﻣﻦ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺃﺭﺟﻮﺍ ﺃﻥ ﺃﻛﻮﻥ ﺃﻧﺎ ﻫﻮ ، ﻓﻤﻦ ﺳﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻲ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﺣﻠﺖ ﻟﻪ ﺍﻟﺸﻔﺎﻋﺔ

Artinya: “Jika kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah seperti ucapannya. Lalu mintalah untukku wasilah kepada Allah. Wasilah ialah tempat di surga, yang tidak diberikan kecuali untuk seoranng hamba dari hamba-hamba Allah. Dan saya berharap ia adalah aku. Barang siapa memintakan untukku wasilah kepada Allah, maka halal banginya syafaatku”.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir –radliyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam—bersabda: “Barang siap berkata sesudah mendengar adzan:

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺭﺏ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺘﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻘﺎﺋﻤﺔ ﺁﺕ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ ﻭﺍﻟﻔﻀﻴﻠﻰ ﻭﺍﺑﻌﺜﻪ ﻣﻘﺎﻣﺎ ﻣﺤﻤﻮﺩﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻭﻋﺪﺗﻪ

maka halal baginya syafaatku”.

Al-Baihaqi menambahkan dalam riwayatnya:

ﺇﻧﻚ ﻻ ﺗﺤﻠﻒ ﺍﻟﻤﻴﻌﺎﺩ

2. Berziarah Ke Makam Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam

. Dari Hathib –radliyallahu ‘anhu—ia berkata bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣﻦ ﺯﺍﺭﻧﻲ ﺑﻌﺪ ﻣﻮﺗﻲ ﻓﻜﺄﻧﻤﺎ ﺯﺍﺭﻧﻲ ﻓﻲ ﺣﻴﺎﺗﻲ ، ﻭﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﺑﺄﺣﺪ ﺍﻟﺤﺮﻣﻴﻦ ﺑﻌﺚ ﻣﻦ ﺍﻵﻣﻨﻴﻦ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

“Barang siapa berziarah kepadaku sesudah aku mati, maka seakan-akan ia berziarah kepadaku semasa aku hidup. Barang siapa mati di salam satu dua tanah haram, maka ia akan dibangkitkan bersama orang-orang yang selamat di hari kiamat”.

Dari ‘Umar radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣﻦ ﺯﺍﺭﻧﻲ ﻛﻨﺖ ﻟﻪ ﺷﻔﻴﻌﺎ ﺃﻭ ﺷﻬﻴﺪﺍ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

“barang siapa berziarah kepadaku, maka aku akan menyafaatinya atau menjadi saksi di hari kiamat”.

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas –rsdliyallahu ‘anu—bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣﻦ ﺯﺍﺭﻧﻲ ﻣﺤﺘﺒﺴﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺟﻮﺍﺭﻱ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

“Barang siapa berziarah kepadaku maka ia akan bersamaku di hari kiamat”.

Dari Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda:

ﻣﻦ ﺯﺍﺭ ﻗﺒﺮﻱ ﻭﺟﺒﺖ ﻟﻪ ﺷﻔﺎﻋﺘﻲ

“Barang siapa berziarah ke makamku, maka wajib baginya syafaatku”

Yakni Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam akan memberi kekhususan kepadanya dengan syafaat, bukan untuk yang lain, berupa ditambahkannya kenikmatan surga, diringankannya kesusahan di hari itu, masuk surga tanpa melewati hisab, diangkatkan derajatnya di surga, ditambahkannya (masa) melihat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, atau nikmat-nikmat dan kemulian yang lain.

Hadits-hadit di atas adalah dalil sharih (jelas) tentang anjuran dan disyariatkannya ziarah Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Meninggal di Madinah

Sebab mendapatkan syafaat Rasulullah yang lain ialah meninggal di Kota Madinah. Diriwayatkan At-Tirmidzi dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﺃﻥ ﻳﻤﻮﺕ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻓﻠﻴﻤﺖ ﺑﻬﺎ ﻓﺈﻧﻲ ﺃﺷﻔﻊ ﻟﻤﻦ ﻳﻤﻮﺕ ﺑﻬﺎ

“Barang siapa mampu mati di Madinah, maka matilah disana. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat bagi orang yang mati di sana”.

Dari Abdullah bin Ibad, ia berkata bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺃﻭﻝ ﻣﻦ ﺃﺷﻔﻊ ﻟﻪ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ، ﺛﻢ ﺃﻫﻞ ﻣﻜﺔ ﺛﻢ ﺃﻫﻞ ﻃﺎﺋﻒ

“Orang yang pertama kali mendapat syafaatku ialah penduduk Madinah, lalu penduduk Mekah lalu penduduk Thoif”.

4. Merperbanyak Shalawat Kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam

At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺇﻥ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺃﻛﺜﺮﻫﻢ ﻋﻠﻲ ﺻﻼﺓ

“orang yang paling berhak atas syafaat dan kemuliaanku di hari kiamat ialah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku”.

Dari Ruwaifi’ bin Tsabit Al-Anshari radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺃﻧﺰﻟﻪ ﺍﻟﻤﻘﻌﺪ ﺍﻟﻤﻘﺮﻱ ﻋﻨﺪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﺟﺒﺖ ﻟﻪ ﺷﻔﺎﻋﺘﻲ

“Barang siapa berkata ‘ya Allah limpahkanlah rahmat ta’dzim kepada nabi Muhammad dan tempatkanlah beliau di tempat tertinggi di surga’, maka wajib baginya syafaatku”.

At-Thabrani dengan sanad yang baik (jayyid) dari Abu Darda’ radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻲ ﺣﻴﻦ ﻳﺼﺒﺢ ﻋﺸﺮﺍ ، ﻭﺣﻴﻦ ﻳﻤﺴﻲ ﻋﺸﺮﺍ ﺃﺩﺭﻛﺘﻪ ﺷﻔﺎﻋﺘﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

“Barang siapa bershalawat kepadaku ketika pagi sepuluh kali dan ketika sore sepuluh kami, maka ia akan bertemu syafaatku di hari kiamat”.
.

F. Penerima Syafaat

ﻟَّﺎ ﻳَﻤۡﻠِﻜُﻮﻥَ ﭐﻟﺸَّﻔَٰﻌَﺔَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦِ ﭐﺗَّﺨَﺬَ ﻋِﻨْﺪَ ﭐﻟﺮَّﺣۡﻤَٰﻦِ ﻋَﻬْﺪًﺍ ‏( ٨٧ )

87. Mereka tidak berhak mendapat syafaat kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Allah Yang Maha Pemurah.

Orang-orang kafir itu tidak memperoleh syafaat dari siapapun untuk menolong mereka atau meringankan penderitaan pahit dan getir yang mereka alami. Karena yang berhak menerima syafaat pada hari itu hanyalah orang-orang yang telah dijanjikan Allah akan mendapat syafaat yaitu orang-orang mukmin yang di masa hidupnya di dunia telah mempersiapkan diri untuk mendapat syafaat itu dengan amal ibadatnya dan perjuangannya menegakkan kalimat Allah. Syafaat pada hari itu hanya dimiliki oleh para Nabi, ulama dan para syuhada sesuai dengan amal dan bakti mereka masing-masing. Di antara amal ibadat yang menjadikan seseorang berhak memperoleh syafaat itu ialah memelihara salat lima waktu dengan sebaik-baiknya sebagaimana. Tetapi orang yang pernah meninggalkan salatnya, tidak akan memperoleh janji Allah itu. Terserahlah kepada Tuhan apakah Dia akan memberinya rahmat atau menimpakan azab kepadanya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Syafaat ialah permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafaat untuk orang yang berhak mendapatkannya.

2. Barangsiapa di dunia tidak pernah berusaha mendapatkan syafaat Nabi SAW dengan jalan bertawasul kepada Beliau, berarti sedikitpun tidak akan mendapatkan syafaat tersebut di akhirat. Jika mereka itu mati dalam keadaan iman sempurna berarti akan masuk surga dengan selamat, namun jika tidak, berarti tidak ada yang dapat menolong saat mereka dimasukan neraka. Namun, tanpa syafaat Nabi di dunia, barangkali tidak mungkin orang dapat menyempurnakan imannya sehingga dapat masuk surga dengan selamat.

3. Syafaat berlaku bagi orang-orang yang tidak mendapatkan izin dan ridha Allah, yaitu orang-orang kafir. Sedangkan ayat-ayat yang menyatakan adanya syafaat diakhirat, berlaku bagi orang-orang yang diberi izin dan diridhai Allah.

4. Allah menyatakan bahwa seluruh syafaat adalah hak-Nya. Tidak ada seorangpun yang berhak memberi syafaat kecuali bagi orang yang diizinkan oleh-Nya untuk diberi syafaat dan Dia ridhai perkataan dan amalnya.

5. Pemberi syafaat ada tiga golongan, yakni para Nabi, para Malaikat serta orang Mukminin.

6. Yang berhak menerima syafaat pada hari itu hanyalah orang-orang yang telah dijanjikan Allah akan mendapat syafaat yaitu orang-orang mukmin yang di masa hidupnya di dunia telah mempersiapkan diri untuk mendapat syafaat itu dengan amal ibadatnya dan perjuangannya menegakkan kalimat Allah. Syafaat pada hari itu hanya dimiliki oleh para Nabi, ulama dan para syuhada sesuai dengan amal dan bakti mereka masing-masing.

.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khaf, Habib Abdullah Zakiy. Manusia, Alam, Roh, dan Alam Akhirat. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005.

Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim. TOBAT: Kembali Kepada Allah. Terj. Abdul Hayyie Al-Katani dan Uqinu Attaqi. Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

Ar-Risalah, Markaz. “Syafaat”.(www.al-shia.org).

Dahlan, Abd. Rahman. Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2010.

Ensiklopedi Islam 1994, 4 : 326)

Tafsir Jalalain Digital

Adz-Dzakhair al-Muhammadiyah hlm. 384-387

Musayyar, Muhammad Sayyid Ahmad. Buku Pintar Alam Gaib. Terj. Iman Firdaus dan Taufik Damas. Jakarta: Zaman, 2009.

Tinggalkan komentar